Pria yang Tidak Seharusnya Dicintai: Kisah Tentang Cinta Diam-Diam Pada Seseorang yang Terlalu Berbahaya Untuk Hati
## **I. Pendahuluan — Ketertarikan Pada Orang yang Tidak Sepantasnya**
Sebagian cinta tidak hadir dengan logika.
Kadang, perasaan muncul pada sosok yang justru harus kita hindari—bukan karena ia kasar, bukan karena ia jahat, tetapi karena ia membawa dunia yang berbeda, dunia yang mungkin tidak bisa kita tangani.
Artikel ini bercerita tentang **Alma**, gadis tenang yang hidupnya teratur, dan **Davin**, pria yang menyimpan masa lalu rumit dan reputasi “bermasalah” di mata banyak orang. Bukan bad boy dalam makna kriminal, tetapi sosok yang penuh misteri, tidak mudah dipahami, dan sering kali salah dipersepsikan.
Cinta ini tidak pernah dimaksudkan untuk terjadi.
Namun hati tidak selalu meminta izin.
---
# **II. Latar Cerita — Lingkungan Kampus dan Kota yang Tenang, Namun Penuh Bisik-Bisik**
Setting cerita berada di sebuah kampus desain di sebuah kota yang tenang.
Alma adalah mahasiswa tingkat akhir, terkenal sebagai:
* mahasiswa teladan
* pendiam
* selalu hadir tepat waktu
* selalu fokus dengan tugas
Sebaliknya, Davin adalah kebalikan total:
* hadir tidak tentu
* jarang ikut diskusi
* namun jenius dalam hal desain
* pembawaan santai, dingin, dan tidak peduli sekitar
Reputasinya “bad boy” bukan karena ia mencari masalah, tetapi karena ia:
jarang bicara, sering sendirian, suka motor, dan punya tatapan dingin yang membuat banyak orang salah paham.
---
# **III. Pertemuan Pertama — Ketika Dua Dunia yang Jauh Bertabrakan**
Pertemuan mereka sederhana: tugas kelompok.
Dalam kelas Branding, dosen membagi kelompok secara acak.
Alma dan Davin ditempatkan dalam satu kelompok kecil.
Alma menghela napas dalam hati.
Ia tahu Davin pintar, tetapi ia juga tahu Davin sering tidak hadir.
Davin hanya duduk di kursi sambil memainkan kunci motornya.
Alma akhirnya memberanikan diri:
> “Kita dapat proyek besar. Bisakah kita bertemu besok untuk diskus—”
Davin menatapnya sekilas.
Bukan marah, bukan dingin.
Hanya tatapan orang yang terbiasa sendiri.
> “Besok jam berapa?”
Alma terkejut. Ia pikir Davin akan mengabaikannya.
> “Jam 2.”
Davin mengangguk.
> “Oke.”
Tidak ada senyum.
Tidak ada basa-basi.
Namun itu pertama kalinya Alma sadar:
**Davin tidak seperti yang orang katakan.**
---
# **IV. Kerja Sama Pertama — Ketika Kesan Buruk Mulai Retak**
Pertemuan pertama mereka berlangsung di studio kampus.
Alma menjelaskan konsep dengan rapi, runtut, dan terstruktur.
Davin mendengarkan dengan serius.
Sangat serius.
Lalu ia berkata pelan:
> “Konsep kamu bagus. Tapi kurang berani.”
Alma mengerutkan kening.
> “Maksudmu?”
Davin mengambil tablet miliknya, membuat sketsa cepat — dalam hitungan menit.
Hasilnya membuat Alma tercengang.
> “Ini… bagus sekali.”
Davin hanya mengangkat bahu.
> “Kamu punya struktur. Aku punya sense of risk. Kalau digabung, bisa kuat.”
Alma diam.
Ia tidak menyangka pria yang selalu dingin itu bisa bekerja sama sedemikian baiknya.
Dari situlah titik balik dimulai.
---
# **V. Kedekatan Tak Sengaja — Tetap Jaga Jarak, Namun Perlahan Mendekat**
Mereka mulai sering bertemu untuk mengerjakan tugas.
Namun Davin selalu menjaga jarak:
* tidak pernah memulai obrolan
* tidak pernah bertanya hal pribadi
* jarang menatap lama
* hanya fokus bekerja
Tapi ada hal lain:
* ia tidak pernah terlambat
* ia selalu membaca semua catatan Alma
* ia membawa kopi untuk Alma tanpa diminta
* ia memperhatikan jika Alma terlihat lelah
Perhatian yang diam-diam ini justru membuat Alma lebih penasaran.
---
# **VI. Reputasi Davin — Dunia yang Tidak Ingin Ia Bagikan**
Suatu hari, Alma mendengar bisik-bisik teman kampus:
> “Jangan dekat-dekat Davin.”
> “Dia sering ribut sama senior dulu.”
> “Orangnya berbahaya.”
Alma terdiam.
Ia tahu orang bisa salah paham.
Tapi rasa takut itu tetap ada.
Ketika mereka bertemu lagi, Alma terlihat menjauh tanpa ia sadar.
Davin langsung menyadarinya.
> “Kamu dengar apa?”
Suara Davin tenang, tapi ada sesuatu yang berat di baliknya.
Alma menunduk.
> “Tentang reputasimu.”
Davin tidak bereaksi marah.
Ia hanya berkata pelan:
> “Aku tidak bisa mengontrol apa yang orang pikirkan. Tapi aku tidak pernah menyakiti siapapun.”
Lalu ia menambahkan:
> “Kalau kamu ingin menjauh… bilang saja.”
Alma terdiam lama.
> “Aku tidak ingin menjauh.”
Pertama kali Alma melihat tatapan Davin melembut.
---
# **VII. Perhatian Halus — Cinta yang Muncul Perlahan**
Kedekatan mereka tumbuh dalam keheningan.
Tanpa deklarasi.
Tanpa banyak kata.
### Davin mulai melakukan hal-hal kecil:
* menawarkan pulang bersama jika sudah malam
* memeriksa apakah Alma sudah makan
* memperbaiki tali tas Alma yang hampir putus tanpa diminta
* membantu membawa perlengkapan studio
* menjaga Alma dari senior yang bersikap sinis
### Alma pun mulai merasakan sesuatu:
* ia menunggu pesan dari Davin
* ia merasa aman saat Davin ada
* ia mulai memperhatikan sisi lembut yang Davin sembunyikan dari dunia
Cinta yang tidak meledak keras, tetapi menyala pelan, dalam, dan tenang.
---
# **VIII. Titik Krisis — Masa Lalu Davin Kembali Mengganggu**
Beberapa minggu sebelum presentasi final, rumor lama tentang Davin muncul kembali.
Dulu, ia pernah hampir dikeluarkan dari kampus karena masalah keluarga yang melibatkan keributan besar. Bukan salahnya, namun namanya tetap tercoreng.
Kabar itu menyebar lagi.
Teman-teman Alma mulai mengingatkannya:
> “Dia tidak stabil.”
> “Kamu terlalu baik untuk dia.”
> “Kalau kamu dekat dengannya, kamu ikut dicap.”
Alma bimbang.
Ia tidak percaya Davin berbahaya.
Tapi tekanan sosial itu membuatnya takut.
Davin menyadari perubahan itu.
Suatu malam, ia berkata pelan:
> “Kalau aku membuat hidup kamu sulit… aku bisa pergi dari proyek ini.”
Alma langsung menatapnya.
> “Jangan. Kamu partner terbaikku.”
Untuk pertama kalinya, Davin terlihat terkejut.
> “Kamu yakin?”
> “Ya.”
Dan sejak itu, Davin makin menjaga Alma.
Bukan sebagai kewajiban, tetapi karena ia peduli.
---
# **IX. Presentasi Final — Puncak Kerja dan Perasaan**
Hari presentasi tiba.
Semua tim menampilkan karya terbaik.
Namun ketika Alma dan Davin maju, ruangan terasa berbeda.
Kolaborasi mereka sempurna:
struktur Alma dan keberanian Davin menciptakan hasil yang memukau.
Saat presentasi selesai, kelas bertepuk tangan.
Dosen memuji:
> “Ini karya paling matang yang pernah kalian buat.”
Alma tersenyum pada Davin.
Davin mengangguk kecil—seperti ucapan terima kasih tanpa kata.
Namun setelah kelas bubar, Davin tidak pergi.
Ia berdiri cukup dekat, tetapi tetap menjaga ruang pribadi Alma.
> “Terima kasih… karena tidak menjauh.”
Alma membalas:
> “Terima kasih… karena mau membuka dirimu.”
Keheningan itu terasa nyaman.
Keduanya tahu, ada sesuatu yang tumbuh—sesuatu yang pelan namun kuat.
---
# **X. Momen Pengakuan — Sederhana, Jujur, Tanpa Drama**
Di luar gedung kampus, senja turun.
Angin sore pelan.
Davin akhirnya berkata:
> “Aku tidak terbiasa dekat dengan seseorang.”
> “Aku tidak ingin kamu takut karena reputasiku.”
> “Tapi jika kamu ingin tahu… aku ingin kamu tetap di sini.”
Alma menjawab dengan suara sangat pelan:
> “Aku tidak takut.”
Davin menatap Alma lama.
Namun ia tetap menjaga jarak.
Ia tidak menyentuhnya.
Ia tidak memaksa apa-apa.
Hanya berkata:
> “Baik. Kita jalani pelan-pelan.”
Dan itulah awal hubungan mereka:
tenang, jujur, penuh perhatian halus—bukan drama.
---
# **XI. Epilog — Saat Cinta Menemukan Jalannya**
Cinta ini tidak liar.
Tidak berlebihan.
Tidak meledak.
Cinta ini tumbuh seperti tanaman kecil:
dari kepercayaan, pengertian, dan kejujuran yang pelan-pelan membuka sisi-sisi lembut dari dua hati yang berbeda.
Alma belajar bahwa reputasi tidak menentukan siapa seseorang.
Davin belajar bahwa ia pantas dicintai dengan cara yang tenang dan tulus.
Mereka bukan pasangan sempurna.
Tidak juga pasangan penuh drama.
Hanya dua manusia yang saling menemukan di tengah bisik-bisik dunia.
Dan itulah cinta paling elegan:
**cinta yang tetap bertahan meski tidak semua orang memahaminya.**
---