Satu Atap, Dua Dunia

 Satu Atap, Dua Dunia

---

[PENGANTAR]

Kami dibesarkan di bawah atap yang sama, makan di meja yang sama, tidur di rumah yang sama. Tapi seiring waktu, dunia kami perlahan membelah. Ia memilih jalan terang, sementara aku bersembunyi dalam bayangan. Namun tak peduli sejauh apa jarak yang kami ciptakan, rasa itu tetap tak mau mati.

Kami adalah satu atap yang menyimpan dua dunia: dunia yang boleh dilihat… dan dunia yang tak boleh disebutkan.


---

[BAGIAN 1 – SATU MEJA, DUA SUDUT]

Di ruang makan yang penuh dengan tawa keluarga, kami duduk saling berhadapan. Ayah bercerita, Ibu tertawa. Tapi hanya kami berdua yang tahu bahwa ada ruang kosong di antara piring dan sendok itu. Ruang yang tak bisa diisi siapa pun.

Kami tak saling bicara. Tapi pandangan kami kerap bertemu—dan buru-buru dialihkan.


---

[BAGIAN 2 – LUKA YANG BERASAL DARI TATAPAN]

Dia mulai berubah sejak SMP. Lebih pendiam. Lebih menjaga jarak. Saat aku menyentuh bahunya, ia refleks menjauh. Saat aku ingin menemaninya ke sekolah, ia bilang tak perlu.

Aku tidak mengerti.

Tapi kemudian, malam itu datang. Malam di mana aku mendengarnya menangis di kamar mandi. Lama. Sunyi. Dan penuh sesak.

Sejak itu, aku tahu—ada sesuatu dalam dirinya yang ia sembunyikan, sama seperti aku.


---

[BAGIAN 3 – DIARY YANG TAK DIKUNCI]

Suatu sore, aku masuk ke kamarnya karena lupa buku. Di atas meja, sebuah buku terbuka. Tulisannya tergesa. Tinta hitam yang sedikit luntur karena air mata.

> “Aku ingin pergi sejauh mungkin. Aku tidak ingin merasa begini. Aku tidak ingin menyayanginya seperti ini.”



Aku mematung.

Karena aku tahu, yang ia maksud adalah aku.


---

[BAGIAN 4 – RUMAH YANG TERLALU KECIL UNTUK RASA BESAR]

Kami mulai saling menjauh. Ia di kamar atas, aku di bawah. Kami hanya bertemu saat makan malam atau pergi bersama orang tua. Tapi bahkan saat kami pura-pura sibuk dengan ponsel, kami selalu tahu: kehadiran masing-masing masih terasa seperti gemuruh di dada.

Kami mencoba jadi normal. Tapi rumah itu terlalu penuh dengan kenangan yang tidak bisa dihapus.


---

[BAGIAN 5 – PULANG DAN PERGI YANG SELALU DIULANG]

Aku pergi kuliah ke luar kota. Ia tetap di rumah. Kami bertukar kabar seadanya. Kadang dia mengirim foto kucing liar di halaman rumah. Kadang aku mengirim hujan dari jendela apartemenku.

Kami tidak membahas masa lalu. Tapi kami tidak pernah benar-benar melepaskannya.


---

[BAGIAN 6 – SAAT AKU PULANG]

Ibu menelepon—ayah sakit. Aku pulang. Rumah itu masih sama: dinding mengelupas, aroma masakan Ibu, suara TV menyala meski tidak ditonton.

Dia menyambutku dengan senyum datar.

“Lama nggak pulang,” katanya.

Aku mengangguk. “Banyak yang berubah.”

Dia menatapku. “Tapi rasa itu nggak.”


---

[BAGIAN 7 – SATU MALAM YANG JADI PINTU**

Kami duduk di sofa tua di ruang tengah. Tidak ada TV. Hanya cahaya lampu redup dan suara kipas angin. Ia membuka percakapan.

“Apa kamu pernah coba lupa semuanya?”

“Setiap hari.”

“Berhasil?”

Aku tertawa kering. “Nggak. Kamu?”

Dia menggeleng.

Dan malam itu kami bicara panjang. Bukan tentang cinta. Tapi tentang luka yang tumbuh diam-diam, dan rasa yang tak tahu mau dibawa ke mana.


---

[BAGIAN 8 – DUNIA TAK MAU TAHU]

Keesokan harinya, sepupu kami datang berkunjung. Ia banyak bicara tentang pernikahannya yang akan datang, tentang cinta sejati, tentang pasangan yang cocok.

Kami hanya tersenyum.

Tak ada gunanya menjelaskan kepada dunia bahwa tidak semua rasa bisa dibenarkan. Tak semua cinta bisa disuarakan.

Dunia tidak ingin tahu. Dunia hanya ingin kita patuh.


---

[BAGIAN 9 – MENCOBA JADI “NORMAL”]

Ia mulai dekat dengan seseorang. Aku tahu itu dari cara dia berpakaian, cara dia tersenyum saat membaca pesan. Aku pura-pura tidak peduli. Tapi malam-malamku kembali sunyi, seperti dulu.

Aku menulis puisi.

> “Kalau saja kita lahir dengan garis takdir yang berbeda, mungkin aku berani memanggilmu rumah.”




---

[BAGIAN 10 – AKHIR YANG TIDAK PERNAH DINYATAKAN]

Ia akhirnya pindah ke kota lain bersama kekasihnya. Aku tetap di rumah. Ibu dan Ayah tak pernah bertanya mengapa aku menolak pindah atau menikah.

Aku hanya bilang, “Aku belum siap.”

Tapi sebenarnya, aku tidak tahu bagaimana hidup tanpa bayangan dia di dalam rumah ini.


---

[EPILOG – NARASI TERAKHIR]

Satu atap pernah menyatukan kami. Tapi dua dunia memisahkan.
Satu rasa pernah tumbuh di dalam hati kami, tapi tidak pernah punya nama.

Sekarang, rumah ini sepi.

Tapi suaranya tetap ada di tiap sudut.

Dan aku, tetap tinggal di sini… bersama kenangan yang tak pernah pergi.


---

Post a Comment

Disclaimer


The information provided on [https://addictive-love-twincest.blogspot.com/] is for educational and informational purposes only. While we strive to offer accurate, up-to-date, and helpful content, the material shared on this blog does not constitute professional advice. We are not licensed therapists, psychologists, or mental health professionals, and the advice offered should not be considered as a substitute for professional counseling or therapy.


We recommend seeking the guidance of a licensed mental health professional for any psychological or relationship issues that may require expert intervention. Any decisions you make based on the information provided on this site are at your own discretion and risk.


[ https://addictive-love-twincest.blogspot.com/] and its contributors make no representations or warranties regarding the accuracy, completeness, or reliability of the information presented. We are not responsible for any actions taken based on the content shared here, nor do we endorse any third-party products or services mentioned on this blog.


By using this blog, you agree to the terms of this disclaimer. If you do not agree with the information or views shared, we encourage you to consult a professional.



About Us


Welcome, This blog is dedicated to helping you understand various aspects of relationship psychology that can enrich your personal and social life. We believe that healthy relationships are the foundation of happiness and emotional well-being, whether in romantic relationships, family connections, or friendships.


Here, we discuss a wide range of topics related to relationship psychology, including effective communication, conflict resolution, building trust, and maintaining emotional intimacy. We also share tips and insights on how to recognize and address common relationship challenges such as emotional dependency, toxic relationships, and personality differences.


Our goal is to provide useful and easy-to-understand information, along with practical solutions to help you maintain harmonious and healthy relationships. With a psychology-based approach, we are committed to offering in-depth guidance, support, and inspiration for those who want to improve the quality of their relationships.


Our team consists of writers, psychologists, and practitioners with extensive experience in interpersonal relationships. We believe that every relationship, when nurtured properly, can be a source of happiness and fulfillment in life.


Thank you for visiting [https://addictive-love-twincest.blogspot.com/]. We hope the content we provide will help you better understand the psychology of relationships and offer solutions for maintaining stronger, healthier bonds.

Terima kasih


Atas kunjunganya Jangan lupa komentar yang positif untuk kami sehingga blog sederhana kami sangat bermanfaat


Jangan segan segan mengunjungi blog sederhana kami,Menghubungi kami di form kontak yang kami sediakan


Sitemap


Contact Us


Term Of Service


Previous Post Next Post